Praktik Tercela: Memanipulasi Sitasi Google Scholar

Google Scholar (GS) telah lama menjadi indikator cepat untuk menilai reputasi ilmiah. Gratis, mudah diakses, dan mencakup berbagai dokumen, platform ini jauh lebih populer daripada basis data komersial seperti Scopus atau Web of Science yang lebih komersial dalam pemanfaatannya. Sekalipun didirikan oleh perusahaan raksasa teknologi Google, pada kondisi ini GS dapat dimanfaatkan sebagai alat yang mudah, murah dan punya akses pemanfaatan data secara terbuka.

GS juga dimanfaatkan oleh banyak universitas dan lembaga penelitian untuk memantau produktivitas peneliti dan basis data penelitian studi literatur sistematis, sementara pemerintah menjadikannya referensi dalam distribusi dana riset dan hingga kini digunakan untuk menilai kualitas riset peneliti. Namun, justru sifatnya yang terbuka tanpa mekanisme verifikasi ketat membuat GS rentan terhadap manipulasi.

Dalam literatur, praktik semacam ini bukan isu baru. Delgado López-Cózar dkk. (2014) mendemonstrasikan secara eksperimental bahwa self-citation massal lewat dokumen dummy bisa meningkatkan metrik GS secara signifikan1. Mereka membuat makalah palsu, mengunggahnya ke web, dan hanya dalam beberapa hari indeks GS target melonjak. Singkatnya, studi itu membuktikan GS dapat dimainkan dengan cara “sederhana”, tanpa melanggar sistem teknis algoritme-nya.

Lalu bagaimanakah manipulasi sitasi ini bekerja?

Teknik Manipulasi yang Umum

Salah satu teknik paling populer adalah mengunggah dokumen “pseudo-akademik” ke repositori terbuka (OSF atau Zenodo) bahkan blog pribadi yang dapat dijangkau mesin pencari dan dioptimatisasi dengan model SEO. Dokumen tersebut sering hanya berupa abstrak panjang, tetapi diformat seperti artikel ilmiah lengkap. Di dalamnya disisipkan daftar pustaka ratusan referensi, banyak di antaranya adalah sitasi diri (self citation) atau sitasi dari jejaring kolaborator. Begitu diindeks, GS memperlakukan semua sitasi itu seolah berasal dari artikel peer-reviewed. Sehingga kemudian masuk dalam perhitungan jumlah sitasi (citation index/h-index).

Fenomena serupa dilaporkan Ibrahim dkk. (2024), yang meneliti citation manipulation industry2. Mereka mendokumentasikan layanan “kartel” komersial yang menjual paket sitasi ribuan kali lipat. Dokumen dummy diproduksi secara massal dan dipenuhi sitasi ke target tertentu (citation cartel). GS yang tidak membedakan kualitas dokumen, menghitung semua sitasi itu. Inilah yang disebut sebagai “sitasi yang bisa dibeli,” juga menandai tumbuhnya industri gelap serupa dengan predatory publishing hingga paper mill.

Selain itu, ada teknik “sneaked references” sebagaimana diuraikan oleh Besançon dkk. (2023), sitasi diselundupkan ke metadata (misalnya melalui DOI/crossref), sehingga muncul di indeks bibliometrik meskipun tidak pernah benar-benar tertulis di artikel. Manipulasi berbasis metadata ini sangat sulit dilacak karena hanya bisa diketahui dengan membandingkan teks asli dengan metadata yang dipublikasikan3. Praktek manipulasi melalui manipulasi metadata ini memerlukan kemampuan forensik metadata, sehingga kemudian memunculkan sebuah inisiasi Barcelona Declaration on Open Research Information (DORI) pada tahun 2024 yang salah satunya adalah mendorong keterbukaan informasi riset termasuk database dan metadata.

Jutaan Sitasi Sekejap Mata dan Dampaknya

Praktik manipulasi metrik tidak lagi sekadar eksperimen akademik dalam paper dummy. Pada 18 Agustus 2025, akun @fake_journals di media sosial X menyoroti sebuah profil Google Scholar dengan lebih dari 3 juta sitasi dan h-index mendekati 1.700 yang dimiliki oleh akun berafiliasi dari Indonesia. Lebih mencurigakan, beberapa artikel yang “diterbitkan tahun 2025” sudah memiliki ribuan sitasi hanya dalam beberapa bulan. Angka ini melampaui capaian seumur hidup ilmuwan paling berpengaruh sekalipun, termasuk peraih Nobel (emoticon :D). Fenomena ini konsisten dengan skenario manipulasi sitasi massal yang sudah dipaparkan diatas dan didukung oleh riset sebelumnya.

Kasus lain, meskipun skalanya lebih kecil, memperlihatkan pola yang sama. Mereka mengunggah “abstrak panjang” di repositori terbuka OSF yang berisi ratusan sitasi palsu. Pada awalnya, profil GS mereka melonjak tajam. Namun setelah beberapa bulan, tautan ke dokumen itu menghasilkan “backlink error (404)” yang menunjukkan artikel atau dokumen yang dirujuk tidak ada atau rusak. Diduga, dokumen artikel ini sengaja dihapus setelah berhasil menggelembungkan metrik. Praktik ini menunjukkan bagaimana sistem GS bisa dimanipulasi tanpa meninggalkan jejak permanen.

Konsekuensi dari praktik ini serius.

Pertama, ia mendistorsi evaluasi akademik. Banyak universitas, terutama di negara berkembang, masih menggunakan h-index GS sebagai dasar promosi dan distribusi dana riset, walaupun penggunaan indeksasi dan metrik dalam evaluasi riset sudah banyak dikritik, namun kenyataannya sistem ini masih jadi tumpuan. Di Indonesia, sistem terbuka dari GS masih dipakai untuk penilaian evaluasi kinerja akademisi dan perangkingan jurnal ilmiah, sebut saja SINTA dan SISTER. Akibatnya, sekalipun praktik ini makin banyak terungkap di media dan publik, akademisi yang bermain curang bisa lebih diuntungkan daripada mereka yang konsisten bekerja dengan integritas. Ini diperkuat dengan regulasi dan kebijakan Kementerian dan Universitas yang masih menyandarkan evaluasi pada ukuran jumlah dan metrik indeksasi.

Kedua, praktik ini merusak kredibilitas publik dan menciptakan ketidakpercayaan publik pada ekosistem dan infrastruktur terbuka. Ini terjadi saat tujuan adanya repositori terbuka mendorong akademisi untuk mengadopsi praktik sains terbuka (Open Science) berubah menjadi media untuk memanipulasi sitasi. Unggah dokumen “sampah” yang membanjiri repositori terbuka yang dikelola OSF pernah terjadi dan dialami oleh INA-RXiv (repositori preprint Indonesia) yang dikelola oleh komunitas sains terbuka Indonesia. Akibatnya kerja keras moderasi kian berat dan pada akhirnya berujung pada kapasitas penyimpanan yang harus didanai oleh dana publik. Kemudian lebih dari urusan pengelolaan dan keterbatasan sumber daya publik, isu ketidakpercayaaan pada sains akan menguat. Jika masyarakat mengetahui bahwa sitasi dapat “dibeli” atau dimanipulasi, maka kepercayaan pada sains secara keseluruhan terancam, sekaligus fenomena ini memperlihatkan tumbuhnya ekosistem baru—industri sitasi gelap—yang sejajar dengan predatory journals dalam merusak tata kelola akademik.

Sebelum Terlambat, Apa yang Bisa Dilakukan?

Dari banyak sumber hingga beberapa rujukan literatur seperti buku “Gaming the Metrics: Misconduct and Manipulation in Academic Research” memberi beberapa arahan. Diantaranya pentingnya menggunakan Google Scholar (GS) hanya dengan kesadaran akan keterbatasannya. Keterbatasan sistem indeksasi ini dapat dimanipulasi dengan lonjakan sitasi yang tidak wajar, sehingga diperlukan evaluasi “berdampak” yang menyoroti ukuran kewajaran dan kualitas lebih dari ukuran indeksasi dan sitasi. Aksesi keterbukaan metadata dapat menjadi jalan untuk mendorong transparansi metadata agar manipulasi tidak mudah dilakukan, Indonesia misalnya dapat bergabung dalam inisiatif global tentang keterbukaan informasi riset (DORI).

Dari perspektif kebijakan, langkah-langkah berikut mendesak untuk dipertimbangkan:

1. Mengurangi ketergantungan pada metrik tunggal. Penilaian kualitas penelitian tidak bisa direduksi menjadi angka sederhana. Evaluasi harus melibatkan konteks sitasi, kualitas outlet publikasi, serta dampak sosial.

2. Audit profil akademisi prolifik (diluar batas kewajaran). Lonjakan sitasi ribuan kali dalam hitungan minggu, bulan dan tahun harus ditandai sebagai anomali bukan label akademisi “berprestasi” atau “terproduktif”. Lembaga perlu mengembangkan alat deteksi internal dan mengurangi perlombaan dampak luaran antar akademisi.

3. Transparansi platform. Google perlu membuka kriteria indeksasi dan menyediakan mekanisme pelaporan manipulasi. Tanpa langkah ini, Google Scholar akan tetap menjadi sasaran eksploitasi.

4. Etika dan sanksi. Manipulasi metrik perlu diakui secara eksplisit sebagai pelanggaran integritas akademik, setara dengan plagiarisme atau fabrikasi data dan konsekuensi dari praktik ini harus menimbulkan dampak jera bagi pelakunya, bukan memberikan hukuman massal bagi seluruh akademisi dengan kebijakan baru yang lebih ketat namun tidak punya alasan dan bukti ilmiah.

Kasus profil akademisi dengan jutaan sitasi palsu harus menjadi pengingat keras bagi dunia akademik. Sains tidak bisa dibangun di atas manipulasi angka dan ukuran jumlah semata. Jika ekosistem penelitian terus membiarkan manipulasi metrik berlangsung, kita akan menyaksikan keruntuhan legitimasi akademia dari dalam. Metrik memang berguna, tetapi integritas tetap harus menjadi mata uang utama. Literasi bibliometrik perlu diperkuat, dan evaluasi penelitian harus lebih kontekstual. Lebih dari itu platform seperti Google Scholar harus diminta lebih bertanggung jawab dan menyediakan akses pelaporan penyalahgunaan. Jika tidak, kita sedang membiarkan reputasi ilmiah diperdagangkan di pasar hitam sitasi.


Catatan Kaki

  1. Delgado López-Cózar, E., Robinson-García, N. and Torres-Salinas, D. (2014), Journal of the American Society for Information Science and Technology. J Assn Inf Sci Tec, 65: 446-454. https://doi.org/10.1002/asi.23056
  2. Ibrahim, H., Liu, F., Zaki, Y. et al. Citation manipulation through citation mills and pre-print servers. Sci Rep 15, 5480 (2025). https://doi.org/10.1038/s41598-025-88709-7
  3. Besançon, L., Cabanac, G., Labbé, C., & Magazinov, A. (2024). Sneaked references: Fabricated reference metadata distort citation counts. Journal of the Association for Information Science and Technology, 75(12), 1368–1379. https://doi.org/10.1002/asi.24896

    4 thoughts on “Praktik Tercela: Memanipulasi Sitasi Google Scholar

    1. Jika poin sitasi tidak wajar menjadi alat penalti, maka bisa disalahgunakan oleh oposisi. Mereka akan mengirim santet sitasi, sehingga sasaran h-indexnya akan membengkak. Lalu sasaran akan dihukum. Sulit mengetahui siapa pelaku manipulasi sitasi ini.
      Yang lebih umum, bisa saja memang yang mengutip adalah peneliti lain. Masih setopik, bahkan hal yang dibahas adalah hal yang sama. Namun, yang dikutip bukanlah temuan dari peneliti itu, melainkan informasi umum atau informasi kutipan dari penelitian lain. Sering terjadi karena berbagai hal.

      1. terdengar konyol. justru manipulator sitasi dilakukan oleh mreka yang ingin mendapatkan keuntungan pribadi. untuk apa oposisi melakukan hal bodoh tsb ? oposisi apa yang dimaksud ?

    Leave a reply to uci Cancel reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.