The Cost of Knowledge: Menentang Dominasi Bisnis Elsevier

Dalam beberapa tahun terakhir, komunitas akademik internasional secara signifikan meningkatkan advokasi kritis terhadap model bisnis yang digunakan oleh penerbit besar jurnal ilmiah, yang seringkali dinilai eksploitatif dan tidak transparan. Dua gerakan utama yang muncul dalam upaya memperjuangkan perubahan fundamental ini adalah The Cost of Knowledge dan 450 Movement.

Gerakan The Cost of Knowledge pertama kali diperkenalkan pada tahun 2012 oleh matematikawan Inggris pemenang Medali Fields, Timothy Gowers. Gerakan ini secara khusus menyasar praktik bisnis Elsevier, perusahaan penerbit ilmiah raksasa yang berbasis di Belanda dan memiliki dominasi pasar yang luas dalam industri penerbitan akademik global.

Elsevier telah berulang kali menjadi sasaran kritik tajam karena strategi penetapan harga langganan jurnal yang sangat tinggi, serta kebijakan bundling yang mengharuskan universitas dan lembaga penelitian membeli paket jurnal besar, walaupun sebagian besar jurnal dalam paket tersebut tidak relevan atau tidak diperlukan institusi. Praktik ini memungkinkan Elsevier meraih keuntungan luar biasa besar dengan mengeksploitasi kebutuhan akademik akan akses informasi ilmiah yang vital.

The Cost of Knowledge dengan cepat mendapatkan momentum dan dukungan global, melibatkan lebih dari 20.790 (17/03/25) akademisi dari berbagai disiplin ilmu. Mereka secara terbuka menandatangani petisi untuk memboikot Elsevier dengan komitmen tegas tidak mengirimkan artikel, tidak menjalankan peer review, dan menolak posisi editorial dalam jurnal-jurnal terbitan Elsevier. Dampak nyata dari gerakan ini terlihat jelas ketika institusi akademik bergengsi seperti University of California pada tahun 2019 secara resmi menghentikan kerja sama mereka dengan Elsevier. Langkah ini menandai sikap tegas terhadap model bisnis Elsevier yang dianggap tidak sejalan dengan prinsip akses terbuka, transparansi akademik, serta keadilan dalam ekosistem ilmiah.

450 Movement: Menuntut Pengakuan Finansial untuk Reviewer

Pada tahun 2020, muncul gerakan advokasi kontroversial yang dikenal sebagai 450 Movement, yang dipelopori oleh peneliti James Heathers. Gerakan ini mengusulkan pemberian kompensasi sebesar 450 dolar AS untuk setiap artikel yang direview oleh peneliti akademik. 450 Movement didasarkan pada pengakuan bahwa peer review adalah proses yang membutuhkan investasi waktu dan usaha intelektual yang substansial, namun secara historis belum pernah diakui secara finansial.

Gerakan ini secara eksplisit mengungkapkan ketidakadilan mendalam dalam industri penerbitan ilmiah, di mana penerbit meraih keuntungan finansial besar, sementara reviewer yang memelihara standar kualitas publikasi ilmiah tidak menerima kompensasi yang setimpal.

Meskipun gerakan ini memperoleh perhatian substansial, reaksi dari penerbit besar masih menunjukkan resistensi kuat terhadap perubahan model bisnis yang telah mapan. Perdebatan terkait pemberian kompensasi kepada reviewer menciptakan dua sudut pandang yang saling berlawanan. Para kritikus khawatir bahwa kompensasi finansial dapat mengurangi kualitas peer review karena motivasi kuantitatif atau meningkatkan risiko konflik kepentingan dan bias. Sebaliknya, para pendukung menegaskan bahwa pembayaran reviewer merupakan penghargaan yang pantas dan adil atas kontribusi ilmiah mereka, yang dapat meningkatkan partisipasi dan mempercepat proses peer review secara keseluruhan.

Baik gerakan cost of knowledge maupun 450 movement, mencerminkan adanya pergeseran paradigmatik dalam komunitas ilmiah global terkait sistem penerbitan ilmiah yang selama ini dianggap eksploitatif dan kurang transparan.

Selain isu-isu spesifik terkait biaya akses jurnal dan kompensasi reviewer, gerakan ini juga secara signifikan memperkuat pertumbuhan jurnal open-access, model penerbitan yang menghapus hambatan ekonomi bagi para pembaca global dengan memungkinkan akses bebas terhadap hasil penelitian ilmiah tanpa biaya langganan.

Namun begitu, dukungan luas dari komunitas akademik mendapatkan tantangan substansial, terutama akibat resistensi kuat dari penerbit besar yang memiliki kepentingan ekonomi besar. Hingga kini, tuntutan yang semakin kuat terhadap transparansi, keadilan, dan etika dalam sistem penerbitan ilmiah menunjukkan bahwa perubahan mendasar dalam distribusi pengetahuan bukan hanya keinginan, melainkan sebuah kebutuhan mendesak untuk menciptakan ekosistem akademik yang lebih adil, inklusif, dan demokratis.

Leave a Comment Here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.