Langkah Mutlak: Menekan Penerbit Jurnal Ilmiah Komersial

Kabar cukup meyakinkan hari ini dari akun Instagram Kemendiktisaintek. Berita soal peluncuran program “One Nation One Subscription” (ONOS). Kabar ini sudah lama ditunggu oleh banyak pegiat akses terbuka di komunitas sains terbuka. 

Secara singkat Rabu kemarin (12/3), melalui Kemdiktisaitek meluncurkan Program “One Nation One Subscription” (ONOS) untuk meningkatkan akses nasional terhadap publikasi ilmiah. Program ini bertujuan mengatasi kendala tingginya biaya langganan jurnal internasional yang selama ini menjadi hambatan bagi universitas dan lembaga penelitian di Indonesia. Selama ini banyak yang tidak tahu jika Universitas di Indonesia berlangganan secara “eceran-ketengan” kepada penerbit jurnal ilmiah. Bahkan tidak sedikit langganan ini difasilitasi oleh “sales” atau distributor pihak ketiga. Ini yang akhirnya menambah beban pembiayaan. 

Tangkapan layar dari Instagram Ditjensaintek Kemendiktisaintek.

Ada banyak cerita dari rekan Pustakawan, jika biaya yang bisa ditekan dengan berlanggan secara kelompok jatuhnya bisa lebih murah hampir separuhnya. Pun juga masalah berlangganan ini juga harus dihitunv cermat dengan nilai akses dan besarnya organisasi (student and academia body). Jelas ini adalah langkah penting untuk aksesibilitas ilmu pengetahuan di Indonesia. 

***

Dalam dunia akademik, jurnal ilmiah merupakan media utama untuk menyebarluaskan hasil penelitian. Namun, akses terhadap jurnal-jurnal berkualitas tinggi sering kali menjadi tantangan bagi negara berkembang atau miskin.

Penerbit besar seperti Elsevier, Springer Nature, dan Wiley mengenakan biaya langganan yang tinggi, yang membuat institusi akademik di negara berkembang sulit untuk mengakses penelitian terbaru. Hal ini menciptakan kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan. Disatu sisi nilai laba perusahaan komersial ini meningkat bombastis setiap tahunnya. 

Ada ketimpangan dan ketidakadilan soal ini. Bayangkan anda sebagai peneliti harus dikenakan biaya pemrosesan (APC) ribuan dolar, kemudian anda tidak diberikan sepeser rupiah pun saat menjadi penelaah ilmiahnya, lalu yang lebih berlebihan lagi, institusi harus berlanggan akses untuk perpustakaannya. Disini saya membenarkan keberadaan “Burung Gagak Hitam”–SciHub punya Alexandra Elbakyan untuk mendobrak hegemoni. 

Sebagai respons terhadap ketimpangan ini, beberapa negara telah mengambil langkah strategis untuk menegosiasikan akses ke jurnal ilmiah dengan penerbit komersial. Beberapa negara bahkan memutuskan untuk menghentikan langganan dengan penerbit yang tidak bersedia berkompromi–ini kelewat keren– sementara yang lain berusaha mencari alternatif dengan mendorong model open access (OA) agar hasil penelitian dapat diakses oleh semua pihak tanpa hambatan finansial. 

***

Apa Pentingnya Negosiasi bagi Negara Berkembang?

Negara berkembang memiliki tantangan unik dalam memperoleh akses terhadap publikasi ilmiah. Biaya langganan yang tinggi sering kali tidak sebanding dengan anggaran pendidikan dan penelitian yang tersedia. Keterbatasan anggaran pendidikan dan penelitian di “era efisiensi” tidak main-main.

Di banyak universitas di Asia Selatan, Afrika, dan Amerika Latin, jurnal-jurnal dengan faktor dampak (IF) tinggi sering kali hanya bisa diakses oleh segelintir peneliti yang memiliki afiliasi dengan institusi yang mampu membayar langganan. Di Indonesia anda bisa kroscek berapa universitas yang punya akses ke Elsevier?

Selain itu, ketergantungan pada penerbit komersial membuat negara berkembang harus membayar mahal untuk mengakses penelitian yang sebenarnya telah dilakukan oleh para ilmuwan mereka sendiri. Banyak penelitian yang dilakukan oleh akademisi dari negara berkembang diterbitkan di jurnal-jurnal besar, tetapi ironisnya, institusi asal mereka tidak dapat mengaksesnya tanpa membayar biaya tinggi. Hal ini memperburuk ketimpangan dalam distribusi ilmu pengetahuan.

Negosiasi dengan penerbit jurnal ilmiah menjadi langkah penting untuk mengatasi masalah ini. Dengan posisi tawar yang kuat, negara berkembang dapat menekan penerbit untuk menawarkan skema harga yang lebih adil, mendukung akses terbuka, atau bahkan mengembangkan sistem publikasi alternatif yang tidak bergantung pada penerbit komersial.

***

Strategi yang Dapat Ditempuh Negara Berkembang

Ada beberapa langkah strategis yang dapat ditempuh untuk mendapatkan akses yang lebih adil ke jurnal ilmiah, negara berkembang dapat mengambil berbagai langkah strategis berikut ini.

Membentuk Konsorsium Regional
Salah satu strategi yang telah terbukti efektif di negara maju adalah pembentukan konsorsium nasional atau regional yang melakukan negosiasi kolektif dengan penerbit. Model ini telah diterapkan di Jerman melalui DEAL Consortium, yang berhasil menegosiasikan perjanjian dengan Wiley dan Springer Nature untuk memungkinkan akses terbuka bagi publikasi dari institusi akademik Jerman. Negara berkembang dapat mengadopsi pendekatan serupa dengan membentuk konsorsium antaruniversitas atau antarlembaga penelitian untuk bernegosiasi sebagai satu entitas. Ini akan memberikan daya tawar yang lebih besar dibandingkan jika masing-masing universitas bernegosiasi secara individu.

Mendorong Model Transformative Agreements
Banyak negara maju telah bernegosiasi dengan penerbit untuk mendapatkan transformative agreements, yaitu perjanjian yang mengalihkan biaya langganan menjadi dukungan bagi publikasi open access. Dengan model ini, para peneliti dari negara berkembang dapat menerbitkan karya mereka tanpa harus membayar biaya publikasi yang tinggi. Model ini telah diterapkan di Belanda melalui VSNU, yang menekan penerbit besar untuk mengizinkan semua peneliti di negara tersebut menerbitkan artikel mereka secara terbuka tanpa biaya tambahan. Negara berkembang dapat mendorong penerbit untuk menerapkan model serupa, sehingga publikasi dari akademisi mereka dapat diakses oleh lebih banyak orang secara gratis.

Menegosiasikan Harga Berjenjang (Tiered Pricing)
Banyak penerbit jurnal menawarkan harga yang berbeda untuk negara dengan tingkat ekonomi yang berbeda. Negara berkembang harus secara aktif menegosiasikan skema harga yang lebih rendah dibandingkan negara maju. Skema tiered pricing ini dapat membantu institusi akademik di negara berkembang untuk tetap mendapatkan akses ke jurnal ilmiah tanpa harus mengalokasikan anggaran yang tidak sebanding dengan pendapatan mereka.

Menghapus Biaya Pemrosesan Artikel (APC)
Dalam model open access, salah satu tantangan terbesar bagi peneliti di negara berkembang adalah Article Processing Charges (APC), yaitu biaya yang harus dibayar penulis untuk menerbitkan artikel di jurnal OA berkualitas tinggi. Negara berkembang dapat menegosiasikan agar penerbit menghapus atau mengurangi biaya APC untuk peneliti mereka. Beberapa penerbit open access, seperti PLOS dan Gates Open Research, telah menerapkan kebijakan penghapusan APC bagi negara dengan pendanaan terbatas. Negara berkembang dapat menggunakan pendekatan serupa dalam negosiasi mereka dengan penerbit komersial.

Mengembangkan Infrastruktur Publikasi Lokal
Alih-alih hanya mengandalkan penerbit jurnal komersial, negara berkembang dapat berinvestasi dalam pengembangan jurnal akademik nasional dengan standar internasional. Inisiatif seperti SciELO di Amerika Latin telah berhasil menciptakan jaringan jurnal ilmiah akses terbuka yang sepenuhnya dikelola oleh akademisi setempat. Negara berkembang juga dapat mendorong penggunaan platform seperti OpenAlex, yang menyediakan database publikasi ilmiah secara gratis, sebagai alternatif terhadap Scopus dan Web of Science yang berbasis langganan. Indonesia sebagai salah satu negara dengan penerbitan jurnal akses terbuka terbesar di dunia dapat memainkan peran ini, juga dengan jalan memperkuat kualitas ekosistem jurnal nasional. Secara kuantitas Indonesia berdasarkan Directory Open Access Journal (DOAJ) merupakan negara terbesar dengan jurnal akses terbuka, lihat tabel dibawah ini.

Tabel 1. 10 besar jumlah jurnal per negara dalam direktori jurnal akses terbuka (DOAJ) tahun 2019 (Hugar, 2019. Impact of Open Access Journals in DOAJ: An Analysis, 10.23953/cloud.ijalis.399)
Tabel 2. 10 besar penggunaan bahasa di jurnal per negara dalam direktori jurnal akses terbuka (DOAJ) tahun 2019 (Hugar, 2019. Impact of Open Access Journals in DOAJ: An Analysis, 10.23953/cloud.ijalis.399)

Menetapkan Kebijakan Nasional untuk Open Access
Beberapa negara telah mewajibkan agar semua penelitian yang didanai oleh dana publik harus dipublikasikan dalam jurnal akses terbuka. Uni Eropa telah menerapkan kebijakan ini melalui Plan S, yang mengharuskan hasil penelitian yang didanai oleh cOAlition S untuk tersedia secara terbuka.

cOAlition S adalah sebuah grup dari organisasi pendanaan riset di eropa yang dibentuk pada tanggal 4 September 2018 atas dukungan komisi uni eropa dan European Research Council (ERC). Koalisis yang terdiri dari beberapa negara di uni eropa ini melakukan inisiatif 10 prinsip akses terbuka yang dalam publikasi hasil luaran riset dengan nama Plan S.

Studi Banding dari Negara Lain

Negara berkembang dapat menetapkan kebijakan serupa untuk memastikan bahwa hasil penelitian dari institusi mereka dapat diakses oleh semua orang, tanpa hambatan finansial. Dari beberapa model negosiasi diatas, beberapa negara telah berhasil melakukan negosiasi yang menguntungkan dalam hal akses jurnal ilmiah.

Jerman (Project DEAL)
Konsorsium DEAL, yang mewakili lebih dari 60 lembaga penelitian besar, menegosiasikan perjanjian akses terbuka yang transformatif dengan penerbit-penerbit besar. Perjanjian dicapai dengan Wiley dan Springer Nature, sementara negosiasi dengan Elsevier menghadapi tantangan, yang menyebabkan pembatalan langganan secara luas oleh lembaga-lembaga Jerman mulai Januari 2017. Perjanjian sementara dengan Elsevier dicapai pada tahun 2023.

Swedia
Konsorsium Bibsam, yang mencakup 85 lembaga pendidikan tinggi dan penelitian, mengakhiri perjanjiannya dengan Elsevier pada tahun 2018 karena meningkatnya biaya dan untuk mempromosikan penerbitan akses terbuka. Hal ini menyebabkan kurangnya akses ke artikel-artikel baru dari jurnal-jurnal Elsevier untuk lembaga-lembaga Swedia hingga perjanjian baru dicapai pada tahun 2019.

Belanda
Organisasi-organisasi penelitian Belanda, di bawah VSNU, memperoleh kontrak dengan Elsevier untuk tahun 2020–2024, yang memberikan hak tak terbatas kepada para peneliti di universitas-universitas Belanda untuk menerbitkan artikel-artikel akses terbuka di jurnal-jurnal Elsevier.

Norwegia
Pada bulan Maret 2019, pemerintah Norwegia, yang mewakili 44 lembaga, memutuskan untuk menghentikan negosiasi perpanjangan perjanjian langganan mereka dengan Elsevier karena ketidaksepakatan mengenai kebijakan dan biaya akses terbuka.

Korea Selatan
Pada tahun 2017, lebih dari 70 perpustakaan universitas memulai “boikot kontrak” terhadap tiga penerbit, termasuk Elsevier, karena sengketa harga. Kesepakatan kemudian dicapai pada bulan Januari 2018.

Finlandia
Pada tahun 2015, organisasi penelitian Finlandia membayar total 27 juta euro sebagai biaya langganan, dengan lebih dari sepertiganya diberikan kepada Elsevier. Hal ini menyebabkan boikot dan negosiasi berikutnya, yang menghasilkan perjanjian baru pada tahun 2018.

Prancis
Konsorsium Couperin Prancis menyetujui kontrak 4 tahun dengan Elsevier pada tahun 2019, meskipun ada kritik dari komunitas ilmiah mengenai kebijakan harga dan akses terbuka.

Taiwan
Pada tahun 2016, lebih dari 75% universitas Taiwan, termasuk 11 institusi teratas, bergabung dalam boikot kolektif terhadap Elsevier karena sengketa harga.

Amerika Serikat
Pada tahun 2019, University of California menghentikan langganan dengan Elsevier dalam upaya untuk mendapatkan akses terbuka terhadap penelitian yang didanai publik. Institusi lain, seperti University of North Carolina dan State University of New York Libraries Consortium, juga memilih untuk tidak memperbarui paket bundel Elsevier karena pertimbangan biaya dan akses terbuka.

India
Yang terbaru dengan jumlah terbesar dan masif adalah India dengan membuat konsorsium ONOS (One Nation One Subscription). Model dan alternatif ini menerapkan model langganan nasional yang memastikan seluruh institusi akademik mendapatkan akses ke ribuan jurnal di India. Semua akademisi dan mahasiswa menikmati ONOS per Januari 2025 kemarin.

Model-model ini dapat menjadi referensi bagi negara berkembang, termasuk Indonesia dalam menegosiasikan kebijakan serupa dengan penerbit jurnal ilmiah.

Arah Penting Kedepan: Apa yang Harus dilakukan?

Negosiasi dengan penerbit jurnal ilmiah komersial adalah langkah krusial (mutlak) bagi negara berkembang untuk menjamin akses yang lebih adil terhadap ilmu pengetahuan. Dengan membentuk konsorsium (universitas, lembaga riset dan perpustakaan), menegosiasikan harga berjenjang, menghapus biaya APC, serta membangun infrastruktur publikasi lokal, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada penerbit besar komersial dan memastikan bahwa penelitian yang mereka hasilkan dapat diakses oleh lebih banyak orang.

Layaknya motto SciHub “Removing Barriers in the Way of Science” sudah semestinya tembok penghalang (paywall) akses ilmu pengetahuan dan komersialisasi publikasi ilmiah yang tak adil harus dijebol melalui serangkaian kebijakan yang mengikat.

——

München, 13 Maret 2025
Ditulis oleh: Ilham Akhsanu Ridlo
Pegiat Akses Terbuka (Open Access) dan Komunitas Sains Terbuka (Open Science)

Ini adalah brief dan ulasan pendek untuk memperkuat inisiasi ONOS oleh Kemendiktisaintek. Semoga tulisan ini sampai pada pengambil kebijakan dan memperkuat pengambilan keputusan yang lebih luas perihal akses terbuka (Open Access) di Indonesia.

Referensi:

Leave a Comment Here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.