Tingkat kepercayaan terhadap ilmuwan di Indonesia relatif tinggi, dengan dukungan yang berasal dari nilai-nilai religius yang selaras dengan prinsip ilmiah dalam beberapa aspek.Faktor-faktor ini berkontribusi terhadap tingginya kepercayaan publik terhadap ilmuwan di Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara lain di kawasan Asia.
Studi global terbaru, yang diterbitkan dalam Nature Human Behaviour mengungkap bahwa meskipun narasi krisis kepercayaan terhadap sains kerap muncul dalam diskursus publik, mayoritas masyarakat di 68 negara tetap menunjukkan kepercayaan tinggi terhadap ilmuwan.
Studi ini menunjukkan bahwa secara global, ilmuwan dinilai memiliki kompetensi tinggi (skor 4.02/5), namun walaupun dinilai memiliki kompetensi tinggi, para ilmuwan mendapatkan skor keterbukaan terhadap kritik lebih rendah (skor 3.33/5). Sikap ini mencerminkan skeptisisme publik terhadap kemampuan ilmuwan dalam menerima umpan balik dan berinteraksi dengan masyarakat luas.
Di sisi lain, tantangan juga muncul, terutama dalam partisipasi ilmuwan dalam kebijakan publik. Selain itu, pengaruh faktor politik dan ideologi terhadap tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sains turut memengaruhi sejauh mana mereka mempercayai ilmuwan.
Penelitian ini melibatkan 71.922 responden dari berbagai negara dan menggunakan pendekatan multidimensional dalam mengukur kepercayaan terhadap ilmuwan, meliputi aspek kompetensi, integritas, niat baik, dan keterbukaan. Indonesia termasuk dalam kelompok negara dengan kepercayaan tinggi terhadap ilmuwan, dengan skor indeks kepercayaan yang melebihi rata-rata global (3.62 dari skala 5).
Bagaimana Keterlibatan Ilmuwan dalam Kebijakan Publik?
Di Indonesia, ekspektasi terhadap peran ilmuwan dalam kebijakan publik cukup tinggi, terutama dalam isu-isu strategis seperti kesehatan masyarakat, perubahan iklim, dan ketahanan pangan. Namun, keterlibatan ilmuwan dalam kebijakan sering kali berhadapan dengan tantangan independensi akademik, di mana ilmuwan yang terlalu dekat dengan pemerintah atau lembaga tertentu dapat menghadapi tuduhan bias atau keberpihakan politik.

Untuk mengatasi hal ini, ilmuwan dapat menerapkan prinsip transparansi dalam komunikasi kebijakan, menjaga keterlibatan dengan berbagai pemangku kepentingan tanpa afiliasi eksklusif, serta memastikan bahwa rekomendasi berbasis sains tetap objektif dan terbuka terhadap evaluasi publik.
Polarisasi politik juga menjadi variabel penting dalam membentuk kepercayaan terhadap ilmuwan. Secara global, individu dengan orientasi politik konservatif cenderung memiliki tingkat kepercayaan lebih rendah terhadap ilmuwan dibandingkan individu dengan pandangan progresif. Namun, pola ini tidak bersifat universal.
Di beberapa negara Asia dan Afrika, individu dengan orientasi konservatif justru memiliki kepercayaan lebih tinggi terhadap ilmuwan. Fenomena ini dapat dikaitkan dengan beberapa faktor sosial dan historis, termasuk peran negara dalam mempromosikan sains sebagai alat pembangunan nasional, kebijakan pendidikan yang mengintegrasikan sains dalam kurikulum berbasis nilai konservatif, serta kepercayaan terhadap lembaga akademik sebagai bagian dari stabilitas sosial.
Selain itu, dalam beberapa negara, ilmuwan sering kali memiliki peran penting dalam sektor kesehatan dan teknologi, yang secara langsung memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, sehingga meningkatkan legitimasi dan kepercayaan terhadap mereka. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara ideologi politik dan kepercayaan terhadap sains dipengaruhi oleh faktor sosial dan dinamika politik yang kontekstual.
Hubungan antara ideologi politik dan kepercayaan terhadap sains dipengaruhi oleh faktor sosial dan dinamika politik yang kontekstual.
Ketidaksesuaian Prioritas: Ekspektasi Publik dan Fokus Ilmuwan
Salah satu temuan utama dari studi ini adalah adanya disparitas antara prioritas riset yang diharapkan masyarakat dan bidang yang mereka percayai sedang menjadi fokus ilmuwan.
Di Indonesia, ketimpangan ini juga menjadi isu signifikan. Studi menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menginginkan ilmuwan lebih fokus pada isu kesehatan publik dan ketahanan pangan. Namun, hanya sebagian dari mereka yang merasa bahwa penelitian yang dilakukan saat ini cukup mencerminkan kebutuhan nyata masyarakat. Hal ini mengindikasikan perlunya peningkatan komunikasi dan keterlibatan ilmuwan dalam perumusan kebijakan yang lebih inklusif.
Kesenjangan ini menunjukkan perlunya penguatan komunikasi antara ilmuwan dan publik agar agenda riset lebih selaras dengan kepentingan masyarakat luas. Publik menginginkan ilmuwan untuk lebih banyak terlibat dalam pengembangan solusi bagi tantangan sosial dan kesejahteraan, tetapi mereka merasa bahwa orientasi riset sering kali tidak cukup responsif terhadap kebutuhan nyata masyarakat.
Perlunya penguatan komunikasi antara ilmuwan dan publik agar agenda riset lebih selaras dengan kepentingan masyarakat luas
Untuk mengatasi ketimpangan ini, diperlukan mekanisme dialog yang lebih erat antara ilmuwan dan pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan sektor industri. Selain itu, pengalokasian dana penelitian perlu diarahkan lebih baik untuk mencerminkan kebutuhan sosial yang mendesak, sementara kebijakan riset dapat dirancang agar lebih inklusif dan melibatkan partisipasi publik secara aktif. Kesenjangan ini berpotensi mereduksi kepercayaan publik terhadap sains jika tidak ada upaya untuk meningkatkan transparansi dalam prioritas penelitian dan kebijakan riset nasional.
Baca Juga:
Miskonsepsi Tentang Indeksasi Jurnal: Antara Gengsi dan Kualitas Riset
Indeksasi jurnal ilmiah, seperti Scopus dan Web of Science (WoS), telah lama diperuntukkan sebagai tolok ukur utama dalam penilaian keberhasilan akademisi dan evaluasi kinerja penelitian. Ia layaknya diperlakukan sebagai mata uang utama… Continue reading Miskonsepsi Tentang Indeksasi Jurnal: Antara Gengsi dan Kualitas Riset
Perguruan Tinggi: Berhentilah Terobsesi pada Konsultan Pemeringkatan
Artikel ini merupakan versi pre-print/pra-cetak sebelum melewati proses editorial Kompas. Versi penerbitan daring dapat dibaca di Kompas tanggal 13 Mei 2024 dengan judul “Perguruan Tinggi dan Obsesi pada Konsultan Pemeringkatan” versi bahasa… Continue reading Perguruan Tinggi: Berhentilah Terobsesi pada Konsultan Pemeringkatan
Bagaimana Mengupayakan Kepercayaan terhadap Ilmuwan ?
Untuk mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap ilmuwan, beberapa upaya dapat diterapkan berdasarkan temuan riset diantaranya.
Mendorong Transparansi dalam Proses Ilmiah yang Lebih Terbuka (Open Science) – Ilmuwan harus lebih terbuka mengenai sumber pendanaan, metode penelitian, dan mekanisme pengambilan keputusan ilmiah guna meningkatkan persepsi integritas dan akuntabilitas mereka. Sebagai contoh, inisiatif seperti keterbukaan data (open data) dalam proyek penelitian kesehatan publik telah membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sains. Studi kasus di beberapa negara menunjukkan bahwa kebijakan transparansi dalam pelaporan hasil riset terkait vaksinasi telah berkontribusi pada peningkatan penerimaan masyarakat terhadap program imunisasi. Selain itu, penerapan prinsip keterbukaan di berbagai proyek riset lingkungan telah mendorong partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan berbasis sains, yang semakin memperkuat legitimasi ilmuwan dalam kebijakan publik.
Komunikasi Sains yang Berbasis Partisipasi – Pendekatan komunikasi sains yang lebih inklusif, memperhatikan nilai sosial dan budaya, serta memanfaatkan media digital secara efektif dapat meningkatkan keterlibatan masyarakat dan memperkuat legitimasi sains dalam pengambilan kebijakan.
Kolaborasi dengan Berbagai Pemangku Kepentingan – Ilmuwan harus membangun kemitraan dengan pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil dalam perumusan kebijakan publik, sehingga pendekatan berbasis sains tetap selaras dengan kebutuhan masyarakat.
Mengelola Polarisasi Politik – Ilmuwan perlu memahami bagaimana posisi mereka dapat dipolitisasi dan mencari strategi komunikasi yang memastikan kredibilitas mereka tetap terjaga di berbagai spektrum politik, termasuk dengan menekankan netralitas ilmiah dan bukti berbasis data. Beberapa negara telah berhasil mengatasi tantangan ini dengan menerapkan strategi komunikasi berbasis dialog, di mana ilmuwan secara aktif berpartisipasi dalam forum publik dan media independen untuk menyampaikan temuan mereka secara jelas dan objektif. Selain itu, pendekatan berbasis komunitas yang melibatkan pemangku kepentingan dari berbagai latar belakang sosial telah terbukti meningkatkan penerimaan publik terhadap sains dan mengurangi potensi politisasi temuan ilmiah.
Meskipun tingkat kepercayaan terhadap ilmuwan di Indonesia masih relatif tinggi, terdapat tantangan mendesak untuk memastikan bahwa kepercayaan ini tetap berkelanjutan dan dapat terus meningkat. Sains tidak dapat beroperasi dalam ruang yang terisolasi; ia harus beradaptasi dengan dinamika sosial, memahami aspirasi masyarakat, dan secara aktif membangun dialog yang inklusif. Dengan demikian, ilmuwan dapat lebih dari sekadar pencipta pengetahuan, tetapi juga berperan sebagai aktor yang berkontribusi dalam pembangunan masyarakat berbasis bukti.

One thought on “Bagaimana Kepercayaan Masyarakat Indonesia terhadap Ilmuwan?”