Seiring berkembangnya dunia akademik global, penilaian terhadap kinerja penelitian telah menjadi salah satu pilar penting dalam pengambilan keputusan promosi jabatan akademik. Namun, sistem penilaian yang mendominasi, terutama berbasis metrik kuantitatif seperti jumlah publikasi atau indeks sitasi, memunculkan banyak tantangan, terutama di negara-negara berkembang. Studi terbaru mengungkapkan bahwa kebijakan promosi yang tidak fleksibel dapat memperkuat ketimpangan, menghambat kreativitas, dan mengabaikan nilai keberagaman kontribusi ilmiah.
Di negara-negara Global Selatan, metrik kuantitatif mendominasi sebagai alat penilaian. Hal ini mencakup jumlah publikasi, indeks jurnal, hingga sitasi. Sebaliknya, di Global Utara, institusi lebih menyeimbangkan antara metrik kuantitatif dan penilaian kualitatif, seperti dampak sosial penelitian dan kolaborasi antardisiplin.
Kesenjangan Global dalam Kebijakan Promosi Akademik
Penelitian yang melibatkan 314 kebijakan dari institusi akademik dan 218 kebijakan dari lembaga pemerintah di 121 negara mengungkap perbedaan mencolok antara kebijakan di negara maju dan berkembang. Di negara-negara Global Selatan, metrik kuantitatif mendominasi sebagai alat penilaian. Hal ini mencakup jumlah publikasi, indeks jurnal, hingga sitasi. Sebaliknya, di Global Utara, institusi lebih menyeimbangkan antara metrik kuantitatif dan penilaian kualitatif, seperti dampak sosial penelitian dan kolaborasi antardisiplin.
Ketergantungan negara berkembang pada metrik kuantitatif mencerminkan upaya untuk menyesuaikan diri dengan standar global. Namun, fokus ini sering kali mengesampingkan kontribusi yang relevan secara lokal, seperti pengabdian masyarakat atau inovasi dalam pendidikan. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menghambat pengembangan ekosistem penelitian yang sesuai dengan kebutuhan lokal.
Keseimbangan antara penilaian kualitatif dan kuantitatif menjadi elemen penting dalam membangun sistem promosi akademik yang inklusif dan relevan. Metrik kuantitatif, seperti jumlah publikasi atau indeks sitasi, memang memberikan kejelasan dan efisiensi dalam evaluasi. Namun, metrik ini memiliki keterbatasan besar. Penilaian yang hanya berfokus pada angka sering kali mengabaikan dampak penelitian yang lebih luas, seperti bagaimana penelitian tersebut memengaruhi kebijakan publik, mengatasi tantangan masyarakat, atau menciptakan inovasi.
Sebaliknya, penilaian kualitatif menawarkan perspektif yang lebih kaya dan holistik. Dengan menilai aspek seperti kualitas pengajaran, kontribusi terhadap komunitas ilmiah, dan dampak sosial, institusi dapat lebih menghargai beragam cara seorang akademisi memberikan nilai. Penilaian ini memungkinkan pengakuan terhadap kontribusi yang tidak selalu dapat diukur dengan angka tetapi sangat relevan bagi masyarakat.
Sehingga dengan menggabungkan kedua pendekatan ini akan tercipta kerangka penilaian yang lebih adil. Penilaian kuantitatif dapat menyediakan dasar yang obyektif, sementara penilaian kualitatif menambahkan dimensi yang lebih mendalam. Keseimbangan ini juga membantu mendorong budaya penelitian yang lebih inklusif, di mana peneliti dengan jalur karier yang berbeda dapat diakui dan didukung.
Dampak Berbahaya dari Ketergantungan pada Metrik
Penilaian berbasis metrik memang menawarkan kemudahan dan efisiensi. Namun, penilaian ini sering kali gagal menangkap kualitas sebenarnya dari penelitian. Misalnya, indeks sitasi lebih mencerminkan jaringan sosial di antara peneliti dibandingkan dengan kualitas ilmiah itu sendiri. Publikasi yang banyak belum tentu menunjukkan dampak yang signifikan, terutama jika penelitian tersebut hanya mengejar target metrik tanpa mempertimbangkan relevansi atau inovasi.
Lebih jauh lagi, ketergantungan pada metrik kuantitatif dapat menciptakan tekanan yang tidak sehat di kalangan peneliti. “Publikasi atau mati” (Publish or Perish) menjadi mantra yang mengorbankan integritas penelitian, mendorong perilaku tidak etis, dan menghambat eksplorasi ide-ide baru yang berisiko tetapi berpotensi besar.
Seorang akademisi yang fokus pada pengajaran atau pengabdian masyarakat mungkin tidak mendapatkan penghargaan yang setara dibandingkan mereka yang memiliki portofolio penelitian yang kaya
Kebijakan promosi akademik yang seragam seperti diatas sering kali menjadi penghalang mobilitas internasional. Peneliti dari negara berkembang yang ingin bekerja di negara maju atau sebaliknya sering kali menghadapi hambatan karena kriteria yang tidak selaras. Selain itu, kebijakan yang rigid juga gagal mengakomodasi beragam jalur karier. Misalnya, seorang akademisi yang fokus pada pengajaran atau pengabdian masyarakat mungkin tidak mendapatkan penghargaan yang setara dibandingkan mereka yang memiliki portofolio penelitian yang kaya. Hal ini menciptakan risiko yang lebih besar bagi peneliti dengan profil non-tradisional atau lintas disiplin. Dalam ekosistem penelitian yang semakin kompleks, di mana tantangan global memerlukan pendekatan lintas ilmu, kebijakan yang terlalu kaku justru membatasi potensi kolaborasi dan inovasi.
Upaya Global dalam Reformasi Penilaian Akademik
Berbagai inisiatif global telah muncul untuk mengatasi masalah ini. The Declaration on Research Assessment (DORA), The Latin American Forum on Research Assessment (FOLEC-CLACSO) hingga yang terbaru The Coalition for Advancing Research Assessment (CoARA) mendorong pendekatan penilaian yang lebih seimbang dan kontekstual. Fokusnya adalah mengurangi dominasi metrik kuantitatif dan meningkatkan pengakuan terhadap kontribusi kualitatif seperti dampak sosial dan keterlibatan masyarakat. Selain itu, prinsip-prinsip seperti yang diusung dalam Leiden Manifesto menyerukan transparansi dalam proses evaluasi, serta penyesuaian kriteria dengan misi institusi. Misalnya, institusi yang berfokus pada pendidikan tinggi lokal mungkin lebih menghargai kontribusi dalam bentuk pengajaran berkualitas atau pengabdian kepada masyarakat daripada publikasi internasional.
Masa depan penelitian global membutuhkan penilaian yang tidak hanya menghargai produktivitas tetapi juga dampak. Dalam hal ini, keberagaman menjadi kunci. Kebijakan promosi yang mendukung berbagai jalur karier, dari penelitian hingga pengajaran, akan membuka peluang lebih luas bagi peneliti dari berbagai latar belakang. Kolaborasi lintas disiplin dan wilayah juga harus mendapatkan penghargaan yang setara. Tantangan seperti perubahan iklim atau krisis kesehatan global membutuhkan pendekatan yang melibatkan berbagai perspektif. Kebijakan promosi yang menghargai kerja tim dan kolaborasi lintas batas akan memperkuat kemampuan komunitas ilmiah untuk menjawab tantangan tersebut.
Implikasi
Kondisi global tersebut menggarisbawahi perlunya pendekatan baru dalam kebijakan promosi akademik yang lebih inklusif dan fleksibel. Sistem penilaian berbasis metrik harus diimbangi dengan pengakuan terhadap kontribusi kualitatif, seperti dampak sosial, inovasi, dan kolaborasi. Selain itu, kebijakan yang sensitif terhadap konteks lokal dan global akan menciptakan ekosistem penelitian yang lebih adil dan berkelanjutan. Hanya dengan menciptakan sistem penilaian yang menghargai keberagaman kontribusi, dunia akademik dapat menjadi lebih inklusif dan relevan. Pada akhirnya, tujuan utama penelitian adalah memberikan manfaat bagi masyarakat. Untuk mencapainya, kita membutuhkan kebijakan promosi yang memupuk kreativitas, inovasi, dan kolaborasi.
