Pada 20 Januari 2025, mantan Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk menarik Amerika Serikat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Keputusan ini, yang akan efektif dalam waktu satu tahun, kembali memicu perdebatan mengenai tata kelola kesehatan global dan kerja sama internasional. Langkah ini mencerminkan skeptisisme terhadap institusi multilateral dan menimbulkan pertanyaan tentang masa depan kepemimpinan kesehatan global. Upaya serupa pernah dilakukan pada tahun 2020 tetapi dibatalkan oleh pemerintahan berikutnya, menunjukkan kekhawatiran yang terus-menerus terhadap efisiensi dan independensi WHO.
Amerika Serikat telah menjadi kontributor utama dalam pendanaan dan operasi WHO. Selama dekade terakhir, kontribusi AS berkisar antara $160 juta hingga $815 juta per tahun, mencakup hampir 18% dari total anggaran organisasi. Dana ini mendukung program-program penting untuk memerangi penyakit seperti HIV/AIDS, malaria, dan tuberkulosis, serta memungkinkan respons cepat terhadap krisis kesehatan seperti wabah Ebola dan COVID-19. Penghentian mendadak pendanaan dari AS dapat berdampak serius pada program-program ini, terutama di wilayah yang sangat bergantung pada dukungan WHO.
Struktur Pendanaan WHO
WHO bergantung pada dua sumber pendanaan utama: assessed contributions (AC) dan voluntary contributions (VC).
- Assessed contributions adalah pembayaran wajib berdasarkan produk domestik bruto (PDB) negara anggota. Kontribusi ini menyumbang kurang dari 20% dari total anggaran WHO, memberikan dasar pendanaan yang dapat diprediksi untuk fungsi-fungsi penting.
- Voluntary contributions mencakup sekitar 80% dari anggaran WHO, yang mencapai sekitar $3,7 miliar per tahun. Dana ini berasal dari negara anggota, organisasi filantropi seperti Bill and Melinda Gates Foundation, perusahaan swasta, dan entitas lainnya. Berbeda dengan AC, VC sering kali ditujukan untuk inisiatif tertentu, menyebabkan ketidakseimbangan alokasi sumber daya dan fokus program.
Amerika Serikat telah menjadi donor terbesar dari satu negara, menyumbang sekitar $220 juta per tahun selama siklus 2022-2023. Kontributor besar lainnya termasuk Tiongkok ($115 juta), Jepang ($82 juta), Jerman ($58 juta), dan Inggris ($44 juta). Ketergantungan pada kontribusi sukarela membuat WHO rentan terhadap perubahan prioritas donor, seperti yang terlihat dalam kasus penarikan AS.
Untuk mengatasi tantangan pendanaan, WHO meluncurkan Health Emergency Appeal 2025 sebesar $1,5 miliar. Inisiatif ini bertujuan untuk menangani 42 krisis yang sedang berlangsung, termasuk keadaan darurat besar yang membutuhkan dukungan global yang luas. Seruan ini menyoroti kesenjangan finansial akibat dukungan donor yang tidak konsisten dan mendesaknya diversifikasi sumber pendanaan.
Implikasi Penarikan Diri AS
Gangguan pada Kebijakan dan Program
Kehilangan pendanaan AS dapat mengganggu inisiatif penting WHO. Program yang menargetkan penyakit menular seperti malaria, HIV/AIDS, dan tuberkulosis mungkin menghadapi penundaan atau pengurangan, membahayakan kemajuan di wilayah rentan. Selain itu, penarikan ini melemahkan sistem pengawasan penyakit global dan berbagi data, yang sangat penting selama krisis Ebola dan pandemi COVID-19. Tanpa akses ke data semacam itu, respons kesehatan global berisiko terfragmentasi dan tidak efisien.
Tanpa akses ke data semacam itu (sistem surveilans global), respons kesehatan global berisiko terfragmentasi dan tidak efisien.
Tantangan Geopolitik dan Kepemimpinan
Kepergian AS menciptakan kekosongan kepemimpinan dalam tata kelola kesehatan global. Kekosongan ini dapat diisi oleh negara seperti Tiongkok atau blok regional seperti Uni Eropa, yang semakin agresif dalam membentuk prioritas kesehatan global. Aktor non-negara, termasuk yayasan filantropi besar, mungkin juga memperluas pengaruh mereka. Namun, pergeseran ini dapat mengarahkan kebijakan kesehatan global ke arah kepentingan geopolitik atau organisasi tertentu, yang berpotensi merugikan hasil kesehatan yang setara.
Aktor non-negara, termasuk yayasan filantropi besar, mungkin juga memperluas pengaruh mereka. Namun, pergeseran ini dapat mengarahkan kebijakan kesehatan global ke arah kepentingan geopolitik atau organisasi tertentu, yang berpotensi merugikan hasil kesehatan yang setara.
Keputusan ini juga menguji ketahanan kemitraan multilateral. Tanpa partisipasi AS, upaya kolaboratif untuk menangani ancaman kesehatan bersama mungkin terganggu, memperpanjang keadaan darurat kesehatan dan mengurangi efektivitas intervensi yang terkoordinasi.
Peluang untuk Reformasi
Penarikan AS telah memicu diskusi tentang reformasi WHO untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan independensinya. Usulan mencakup revisi struktur tata kelola, peningkatan akuntabilitas keuangan, dan pengurangan ketergantungan pada kontribusi sukarela. Pembentukan dana kontingensi yang dikelola oleh koalisi negara anggota dapat memberikan jaring pengaman finansial, memastikan kelangsungan operasi di saat ketidakpastian fiskal.
Keputusan Amerika Serikat untuk menarik diri dari WHO menandai titik balik dalam diplomasi kesehatan global. Langkah ini mengganggu program kesehatan penting, melemahkan kolaborasi internasional, dan memperbesar tantangan yang ada dalam model pendanaan WHO. Mengatasi masalah ini membutuhkan pendekatan multifaset. Memperkuat kolaborasi regional, seperti yang dipimpin oleh Uni Eropa, Uni Afrika, MERA dan ASEAN dapat mengumpulkan sumber daya dan keahlian. Memperluas kemitraan dengan organisasi filantropi dan entitas swasta dapat membantu menutup kesenjangan pendanaan sekaligus mendorong inovasi. Selain itu, reformasi yang meningkatkan stabilitas keuangan dan transparansi operasional sangat penting untuk memulihkan kepercayaan dan efektivitas WHO.
Seiring dengan berkembangnya ancaman kesehatan global, kebutuhan akan sistem kesehatan internasional yang bersatu dan berpendanaan baik menjadi lebih mendesak dari sebelumnya. Melibatkan kembali Amerika Serikat atau menerapkan mekanisme alternatif akan menjadi kunci untuk memastikan stabilitas dan ketahanan tata kelola kesehatan global.
