Tantangan Integritas Akademik di Era Akal Imitasi (AI)

Integritas akademik adalah fondasi etika dalam pendidikan dan penelitian, mencakup nilai-nilai kejujuran, ketulusan, dan komitmen terhadap kebenaran. Konsep ini sangat penting untuk memastikan bahwa setiap langkah dalam proses pencarian pengetahuan dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan transparansi.

Namun, meskipun telah lama dikenal, kajian formal terhadap integritas akademik baru mulai berkembang pada tahun 1990-an. Donald McCabe, seorang pelopor yang berfokus pada perilaku akademik di perguruan tinggi Amerika Serikat, mempelopori penelitian mendalam tentang kecurangan akademik dan membangun dasar bagi studi sistematis tentang integritas akademik.

McCabe mendirikan International Center for Academic Integrity pada tahun 1992 untuk mempromosikan budaya akademik yang etis dan mendukung lembaga pendidikan dalam menanggulangi kecurangan. Menurut McCabe, upaya untuk mencegah pelanggaran integritas akademik tidak cukup dengan hukuman yang keras; perlu ada pendekatan komprehensif yang membangun nilai-nilai kejujuran sejak dini. Penelitian-penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa pelanggaran seperti plagiarisme, fabrikasi, dan manipulasi data sering kali terjadi karena tekanan publikasi dan tuntutan institusi yang kompetitif.

Perkembangan studi dan beberapa kasus tentang integritas akademik ini menjadi perhatian kalangan luas, seperti Komisi Uni Eropa membuat European Charter for Researchers dan All European Academies (ALLEA) menyusun European Code of Conduct for Research Integrity untuk menguraikan prinsip-prinsip yang diharapkan dari akademisi, termasuk kebebasan penelitian, kewajiban etis, dan tanggung jawab profesional. Prinsip-prinsip ini menekankan perlunya transparansi, keterbukaan dalam berbagi data, serta kemampuan penelitian untuk direproduksi sebagai komitmen terhadap kebenaran ilmiah. Konsep ini seiring dengan perkembangan gerakan sains terbuka (open science) menjadi perhatian bersama. Namun, dengan globalisasi akademik dan meningkatnya jumlah publikasi ilmiah, tekanan untuk “menerbitkan atau lenyap” (publish or perish) telah memperumit tantangan dalam menjaga standar integritas.

Tantangan Akal Imitasi (Artificial Intellegence/AI)

Teknologi modern, khususnya Akal Imitasi (AI), memperkenalkan risiko baru terhadap integritas akademik. Sekalipun tidak sedikit manfaat penggunaan AI dalam riset, seperti translasi hasil riset, alih bahasa, beberapa pemrograman otomatis yang mempercepat kerja riset atau meringankan tuntutan kinerja para peneliti, dampak penggunaan AI juga hingga kini masih terus didiskusikan oleh komunitas ilmiah.

Permasalahan transparansi hingga kini masih berada di zona ‘abu-abu’, AI dapat digunakan untuk menghasilkan data atau bahkan menulis makalah, namun penggunaannya sering kali tidak diakui secara eksplisit. Ini menciptakan masalah etis yang signifikan karena hasil penelitian bisa terlihat kredibel tanpa landasan ilmiah yang valid. Sebagai contoh, pelanggaran yang disebabkan oleh AI dapat melemahkan kepercayaan terhadap penelitian, merusak integritas akademik yang seharusnya menjadi dasar dalam dunia keilmuan.

Selain AI, fenomena jurnal ‘predator’ (kami menyebutnya low quality editorial) dan pabrik artikel ilmiah (paper mill) telah menjadi tantangan yang mencolok dalam beberapa tahun terakhir. Jurnal ‘predator’ mengeksploitasi akademisi dengan memungut biaya publikasi tanpa memberikan proses peer review yang ketat, sementara pabrik artikel ilmiah (paper mill) memproduksi publikasi akademik berkualitas rendah bahkan fraud dalam jumlah besar. Keduanya merusak keabsahan ilmiah dan berkontribusi pada meningkatnya jumlah makalah yang ditarik (retracted) dari publikasi karena ketidakjujuran ilmiah. Penarikan makalah-makalah ini tidak hanya merusak reputasi penulis, tetapi juga menimbulkan keraguan terhadap validitas literatur ilmiah secara keseluruhan.

Data dari PubMed menunjukkan bahwa minat terhadap integritas akademik meningkat pesat, dengan jumlah makalah yang membahas topik ini berlipat ganda sejak awal 2000-an. Peningkatan ini menyoroti kesadaran yang semakin besar di kalangan peneliti mengenai pentingnya menjaga standar etika yang ketat. Namun, meskipun ada kesadaran yang lebih tinggi, kenyataannya adalah bahwa pelanggaran integritas akademik masih terus terjadi. Ini menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan, meskipun lebih baik, belum cukup untuk sepenuhnya mencegah pelanggaran.

Salah satu cara untuk menangani tantangan ini adalah melalui pendidikan dan mentoring yang efektif. Dalam dokumen European Code of Conduct ditekankan pentingnya mentor dalam membantu peneliti muda memahami dan menghargai integritas akademik. Bimbingan yang tepat dapat menanamkan nilai-nilai etika di awal karier akademik seseorang, memastikan bahwa mereka menghormati dan mematuhi prinsip-prinsip integritas sepanjang kehidupan profesional mereka. Dalam lingkungan akademik yang ideal, integritas akademik dipromosikan sebagai nilai yang fundamental, bukan sekadar aturan yang harus dipatuhi.

Namun, menjaga integritas akademik memerlukan lebih dari sekadar pendidikan. Institusi akademik juga harus membangun kebijakan yang relevan dengan tantangan modern, seperti penggunaan teknologi dan mengurangi tekanan untuk meningkatkan kuantitas publikasi serta indikator metrik berbasis sitasi (citation metric index). Persoalan pengaturan yang jelas tentang bagaimana AI harus diintegrasikan ke dalam penelitian, misalnya, sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan teknologi yang dapat mengaburkan hasil ilmiah. Beberapa lembaga seperti Committee on Publication Ethics (COPE) dan International Committee on Medical Journal Editors (ICMJE) juga memberikan perhatian dan ikut terlibat dalam isu ini, sejak OpenAI (ChatGPT) rilis ke publik tahun 2023 lalu. Lebih jauh lagi, harus ada dorongan untuk meningkatkan transparansi dalam seluruh proses penelitian, dari pengumpulan data hingga luaran riset seperti publikasi ilmiah.

Persoalan integritas akademik bukan hanya tentang menghindari pelanggaran, tetapi juga tentang mempertahankan standar moral yang tinggi dalam segala aspek keilmuan. Ketika seorang akademisi berkomitmen pada kejujuran, mereka tidak hanya melindungi kredibilitas mereka sendiri, tetapi juga memastikan bahwa ilmu pengetahuan tetap menjadi alat untuk kemajuan yang berbasis pada kebenaran dan fakta. Dengan demikian, tanggung jawab untuk menjaga integritas ini tidak hanya terletak pada individu, tetapi juga harus didukung oleh seluruh komunitas akademik dan kebijakan institusi yang kuat.

Integritas akademik tetap menjadi pilar penting dalam dunia keilmuan yang terus berkembang. Meskipun tekanan untuk mempublikasikan dan penggunaan teknologi baru membawa tantangan, komunitas akademik harus terus beradaptasi dan menjaga etika akademik. Tanpa integritas, ilmu pengetahuan kehilangan arah, dan pencapaian intelektual kita akan sulit dipercaya. Oleh karena itu, upaya kolektif untuk mempromosikan kejujuran, transparansi, dan tanggung jawab dalam penelitian harus menjadi prioritas utama bagi institusi pendidikan dan peneliti di seluruh dunia.

Referensi

  1. McCabe, D., Treviño, L. K., & Butterfield, K. D. (2001). Cheating in Academic Institutions: A Decade of Research Ethics & Behavior, 11(3), 219–232.
  2. European Commission. (2005). European Charter for Researchers & Code of Conduct for the Recruitment of Researchers. Brussels: European Commission.
  3. PubMed Database Search on “Academic Integrity” Topics, PubMed.gov.
  4. International Center for Academic Integrity. Retrieved from https://academicintegrity.org.
  5. All European Academies (ALLEA). (2023). The European Code of Conduct for Research Integrity. Revised Edition. Retrieved from https://allea.org.

Leave a Comment Here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.