Analisis Tematik Refleksif: Suatu Paradigma konstruktivis-interpretivis Dalam Riset Kualitatif

Analisis Tematik Refleksif (Reflexive Thematic Analysis) merupakan pendekatan kualitatif yang telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir, terutama melalui kontribusi Virginia Braun dan Victoria Clarke. Metode ini dianggap sebagai salah satu pendekatan berpengaruh dalam penelitian kualitatif karena kemampuannya untuk menghasilkan wawasan mendalam yang menempatkan peneliti secara aktif dalam proses analisis data. Ini sangat berbeda dari metode analisis tematik “tradisional” yang lebih positivistik, yang cenderung menekankan objektivitas dan replikasi melalui pengkodean data (coding) yang ketat. Sebaliknya, metode yang dikembangkan dari metode Analisis Tematik (AT) ini menekankan pentingnya refleksivitas (reflexive) dan konstruktif (constructive) makna yang bersifat subjektif dan kontekstual.

Analisis Tematik Refleksif (Reflexive Thematic Analysis) bekerja dalam paradigma konstruktivis-interpretivis yang mengakui bahwa data kualitatif tidak memiliki makna tetap. Sebaliknya, makna tersebut dibangun melalui keterlibatan aktif peneliti dengan data. Dalam paradigma ini, peneliti tidak lagi diposisikan sebagai pengamat “netral”, tetapi sebagai agen yang secara aktif membentuk hasil analisis melalui refleksivitas terhadap pengalaman, asumsi, dan latar belakang teoritis mereka. Sehingga proses ini mengakui bahwa pengaruh peneliti tidak dapat dihindari (subyektifitas), dan justru menjadi bagian integral dari proses penciptaan pengetahuan.

Salah satu elemen kunci penggunaan teknik analisis ini adalah dengan keterlibatan peneliti dalam proses refleksi terus-menerus (continuous reflexive) sepanjang proses penelitian. Hal ini mencakup evaluasi kritis terhadap asumsi, perspektif, dan pengaruh pribadi yang mungkin mempengaruhi cara data dianalisis dan diinterpretasikan. Dengan demikian, Analisis Tematik Refleksif memungkinkan peneliti untuk mempertimbangkan bagaimana perspektif mereka sendiri membentuk tema (theme) yang muncul dari data. Ini menggarisbawahi bahwa tema-tema (themes) tersebut tidak ditemukan secara pasif di dalam data, tetapi dikonstruksi secara aktif oleh peneliti melalui proses analisis yang dinamis dan reflektif.

Terdapat juga pendekatan yang berbeda secara mendasar jika kita bandingkan dengan metode analisis tematik (thematic analysis) berbasis reliabilitas pengkodean (reliability coding), yang seringkali digunakan untuk meminimalkan pengaruh subjektivitas peneliti melalui konsistensi antar pengkode (coder). Dalam pendekatan yang lebih ‘tradisional’ ini, pengkodean (coding) dilakukan secara ketat dengan harapan bahwa hasilnya dapat direplikasi oleh peneliti lain yang menggunakan dataset yang sama.

Namun, Braun dan Clarke dalam pengembangan metode Analisis Tematik Refleksif menolak gagasan bahwa temuan penelitian kualitatif dapat direplikasi secara sempurna-bahkan ini hampir tidak mungkin dilakukan. Sebaliknya, ia menekankan bahwa interpretasi yang berbeda dari dataset yang sama adalah hal yang diharapkan dan bahkan dipandang sebagai kekuatan dari penelitian kualitatif.

Fleksibilitas Epistemologis

Dengan adanya fleksibilitas epistemologis dalam metode Analisis Tematik Refleksif, ia memungkinkan peneliti untuk mengadopsi berbagai paradigma teoretis, termasuk realisme kritis (critical realism), konstruksionisme (constructionism), dan interpretivisme (interpretivism). Dengan penggunaan paradigma riset tersebut, memungkinkan peneliti untuk memilih perspektif teoretis yang paling sesuai dengan pertanyaan penelitian mereka, sambil tetap mempertahankan komitmen terhadap proses refleksif. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk berpindah di antara pendekatan induktif (inductive) dan deduktif (deductive) dalam analisis data, sehingga memberikan fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan dengan metode analisis tematik yang lebih ketat pada metode yang dikembangkan oleh Braun dan Clarke di tahun 2006, saat pertama kali menyusun pendekatan analisis tematik yang masih lebih dekat dengan pendekatan positivistik, karena seringkali peneliti juga membuat ukuran kuantitatif untuk hasil pengkodean (coding) untuk tujuan replikasi dan keandalan penelitian.

Dengan beberapa pendekatan yang mungkin dilakukan oleh peneliti, maka tentu saja penggunaannya mempunyai konsekuensi khusus, bahwa proses pengkodean (coding) dalam Analisis Tematik Refleksif sebagian besar bersifat induktif, yang berarti bahwa kode-kode (codes) dikembangkan dari data daripada ditentukan sebelumnya berdasarkan kerangka teori yang ada. Ini juga memberikan satu perbedaan dengan pendekatan lainnya seperti grounded theory.

Selanjutnya, peneliti dapat lebih membuka diri terhadap ‘insight’ tak terduga yang muncul melalui keterlibatannya dengan data kualitatif dan data pendukung lainnya dengan lebih dalam. Fleksibilitas ini juga memungkinkan pengembangan dan revisi kode (re-code) secara terus-menerus seiring dengan semakin dalamnya pemahaman peneliti terhadap data. Dalam hal ini, akaan sangat berbeda jika kita bandingkan dengan pendekatan berbasis buku kode (coding book), di mana pengkodean sering kali lebih kaku (statis) dan telah ditentukan sebelumnya (pre-coding) yang mempunyai tujuan untuk memastikan konsistensi antar pengkode (coder) jika proses pengkodean dilakukan dengan melibatkan asisten peneliti atau kolaborator.

Fleksibilitas dalam analisis tematik refleksif memungkinkan peneliti menyelam lebih dalam, untuk memahami data untuk mengembangkan kode dan tema yang lebih menarik.

Yang penting ditekankan dalam penggunaan metode ini adalah bahwa Analisis Tematik Refleksif bukan bertujuan untuk menghasilkan temuan yang bersifat universal atau generalis, melainkan untuk memberikan pemahaman yang bermakna (meaningful), berwawasan (insightful), dan bernuansa (nuance) tentang pengalaman atau fenomena tertentu. Ini akan sangat berguna bagi penelitian yang bertujuan untuk menggali pengalaman subjektif partisipan, serta memahami bagaimana makna terhadap satu fenomena dibentuk dalam satu konteks sosial, budaya, atau sejarah tertentu. Ini menjadikan metode ini yang sangat sesuai untuk penelitian yang berkaitan dengan isu-isu kesehatan, identitas, ketidaksetaraan sosial, dan dinamika kekuasaan.

Kritik Terhadap Metode Ini

Analisis Tematik Refleksif tidak terlepas dari kritik dan tantangan dalam pengembangan metodologinya. Salah satu kritik utama yang sering diajukan adalah tingkat subjektivitas yang tinggi dalam pengembangan tema. Ada anggapan yang lazim bahwa penekanan pada refleksivitas dan subjektivitas peneliti dapat menyebabkan hasil analisis yang sangat bervariasi dan kurang konsisten, terutama jika dibandingkan dengan metode yang lebih terstruktur yang menggunakan reliabilitas antar pengkode. Kritikus berpendapat bahwa kurangnya standar yang ketat dalam pengkodean dapat mengurangi keandalan analisis.

Braun dan Clarke, merespons kritik ini dengan menegaskan bahwa tujuan Analisis Tematik Refleksif bukanlah untuk menghasilkan temuan yang objektif atau dapat direplikasi secara persis, melainkan untuk menawarkan pemahaman kontekstual yang kaya tentang data. Mereka menekankan bahwa variabilitas dalam interpretasi adalah bagian dari sifat penelitian kualitatif, dan bahwa transparansi dalam keterlibatan refleksif peneliti justru meningkatkan kredibilitas temuan.

Mereka menekankan bahwa variabilitas dalam interpretasi adalah bagian dari sifat penelitian kualitatif, dan bahwa transparansi dalam keterlibatan refleksif peneliti justru meningkatkan kredibilitas temuan.

Braun dan Clarke

Selain itu terkait hal sebelumnya, metode ini menghadirkan kritik perihal tantangan tersendiri bagi peneliti pemula (early researcher). Fleksibilitas dan sifat interpretatif dari metode ini dapat membuatnya sulit diakses oleh peneliti pemula yang mencari panduan yang lebih jelas atau prosedur langkah demi langkah. Untuk mengatasi tantangan ini, Braun dan Clarke telah menyediakan sumber daya pedagogis yang ekstensif, termasuk latihan praktis dan contoh-contoh untuk membantu peneliti memahami proses metode ini. Mereka juga menekankan pentingnya dukungan dari rekan dan pembimbing dalam mengembangkan keterampilan analisis yang dibutuhkan untuk melakukan Analisis Tematik Refleksif secara efektif.

Sumber dan panduan untuk metode Reflexive Thematic Analysis (Dulunya Thematic Analysis)

Dalam konteks akademik yang sering kali menekankan pada standar ketat untuk penilaian kualitas, Analisis Tematik Refleksif menghadapi tantangan terkait dengan penilaian ketat sedangkan metode ini, yang menekankan fleksibilitas interpretatif, menuntut kriteria kualitas yang berbeda dibandingkan dengan pendekatan yang lebih terstruktur.

Braun dan Clarke menyarankan bahwa kualitas dalam metode ini dapat dinilai berdasarkan koherensi tema, kekayaan data yang digunakan untuk mendukung analisis, dan transparansi keterlibatan refleksif peneliti. Mereka berpendapat bahwa keandalan dicapai bukan melalui aturan pengkodean yang ketat, tetapi melalui keterlibatan kritis dan penuh pertimbangan dengan data.

Keandalan dicapai bukan melalui aturan pengkodean yang ketat, tetapi melalui keterlibatan kritis dan penuh pertimbangan dengan data.

Beberapa kritik dalam penggunaan metode ini dapat membantu kita untuk memahami adanya keterbatasan Analisis Tematik Reflektif. Namun penerimaan luas metode ini sebagai pengembangan dari Analisis Tematik (Thematic Analysis) di berbagai disiplin ilmu, seperti psikologi, kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan sosial menyiratkan adanya satu keandalan dalam penggunaannya sebagai alat bantu analisis dalam penelitian-penelitian kualitatif.

Itu dikarenakan, metode ini menawarkan pendekatan yang fleksibel dan reflektif untuk analisis data kualitatif, yang memungkinkan peneliti untuk memahami fenomena sosial yang kompleks dengan cara yang lebih mendalam. Meskipun menghadapi tantangan terkait subjektivitas dan keandalan, penekanan pada refleksivitas, kedalaman interpretasi, dan sensitivitas terhadap konteks menjadikan Analisis Tematik Refleksif sebagai alat yang sangat berharga bagi para peneliti kualitatif yang bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman manusia yang kaya dan bernuansa. Itu sedikit banyak telah mewakili pendekatan kualitatif yang secara signifikan mengubah cara peneliti memahami dan menganalisis data kualitatif.

Pendekatan konstruktif-refleksifnya juga menempatkan peneliti di pusat proses analisis (main centre), di mana refleksivitas, interpretasi teoritis, dan keterlibatan aktif dengan data menjadi kunci untuk menghasilkan pemahaman yang kaya tentang fenomena sosial. Fleksibilitas metodologis dan kedalaman interpretatifnya menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk memahami kompleksitas pengalaman manusia dalam konteks yang lebih dalam.



Referensi:

  • Braun, V., & Clarke, V. (2006). Using thematic analysis in psychology. Qualitative Research in Psychology, 3(2), 77-101
  • Braun, V., & Clarke, V. (2013). Successful Qualitative Research: A Practical Guide for Beginners. Sage.
  • Braun, V., & Clarke, V. (2019). Reflecting on reflexive thematic analysis. Qualitative Research in Sport, Exercise and Health, 11(4), 589-597.
  • Braun, V., & Clarke, V. (2020). One size fits all? What counts as quality practice in (reflexive) thematic analysis? Qualitative Research in Psychology, 18(3), 328-352.
  • Braun, V., & Clarke, V. (2021). Thematic Analysis: A Practical Guide. Sage.
  • Braun, V., & Clarke, V. (2021). One size fits all? What counts as quality practice in (reflexive) thematic analysis? Qualitative Research in Psychology, 18(3), 328-352.
  • Braun, V., & Clarke, V. (2022). Toward good practice in thematic analysis: Avoiding common problems and be(com)ing a knowing researcher. International Journal of Transgender Health, 1-6. ONLINE FIRST
  • Braun, V., & Clarke, V. (2022). Is thematic analysis used well in health psychology? A critical review of published research, with recommendations for quality practice and reporting. Health Psychology Review.

Leave a Comment Here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.